Sebuah Alias

Bazar bukuuuuuu!!!!! Manse!!!!!!
Aku bersorak riang melihat reklame besar didepan gramedia. Bazar buku adalah hal yang paling kunanti setiap 6 bulan sekali. Aku bisa saja ke gramedia setiap hari sepulang sekolah, hei..gramedia itu tepat didepan sekolahku!. Tapi kan bisa dapat buku murah nggak bisa setiap hari, mana ada novel bisa didapat dengan harga 20ribu jika bukan karena bazar. Jadi..2 minggu kedepan akan menjadi hari yang menguntungkan! aku sudah menabung jauh-jauh hari demi event ini. Semoga saja aku tidak kalap deh.

Wuaahh...bazar buku kali ini lebih meriah karena ditambah event dance cover dan sing cover. Paket lengkap deh. Sambil menyaksikan peserta yang mengikuti kompetisi, aku sudah mengapit 5 novel dari hasil penjelajahanku. Bahkan aku menemukan novel dari pengarang yang paling kusukai, Ken Terate!. 

Seandainya ada lapak minuman juga pasti seru, karena berburu novel di event bazar tidak semudah seperti kamu melompat saat mendapat hadiah seri manga one piece lengkap. Pekerja paruh waktu di area bazar hanya menawarkan kantung belanjaan saja, tidak membantu membawakan bejibun buku yang kami pilih. Tapi tak masalah, toh hal itu sebanding dengan harga buku yang ku dapat. 

Bruak!!

Fix. Novel-novel dalam genggamanku melayang saat seseorang berlari dari arah belakangku. Aku tersungkur tentu saja. Seperti banteng yang gila akan warna merah. Dasar tidak punya otak! berani-baraninya bertingkah sembarangan! Aku melihat novel-novelku yang berhamburan dan jatuh tak terselamatkan, bahkan kulihat novel Ken Terate-ku terlempar di genangan air tepat berbatasan dengan karpet yang disiapkan pihak gramedia. Sh*t!!!!. Aku sudah terbakar emosi, aku hendak berdiri, dan mendamprat orang yang baru saja menabrakku entah sengaja atau tidak. Orang-orang disekelilingku sedang memperhatikanku, kukira. 

"BISA NGGAK SIH LEBIH BERHATI-HAT....i.." Oh. My. God! Mataku membulat sempurna. Sesempurna wajah rupawan yang saat ini kuhadapi. 

"Maaf kan aku..aku juga didorong oleh temanku. Mereka benar-benar keterlaluan. Kamu tidak apa-apa? Sepertinya tanganmu terluka dan ohh...ya Tuhan, buku-bukumu! Sebentar aku ambilkan buku-bukumu itu" 

Anehnya aku hanya bisa melongo dengan mata yang masih berkedip-kedip tanpa sadar meremas tanganku yang sedikit terasa perih dan perut yang terisi kupu-kupu imajinasi. Sedangkan 'dia', sibuk memunguti novel-novelku yang tersebar kesana kemari. 

Aku menunggu dipinggiran ada satu tempat duduk kosong, peduli apa itu bangku siapa. Disini aku korban dari rasa malu akibat kejadian tadi. Jadi kupikir sah-sah saja saat aku duduk disana. Dan lagi mengapa dia lama sekali hanya untuk sekedar memungut 5 buah novel. Novelku kan tidak terlempar hingga Arab. Untung saja yang kutunggu bukan Naura (teman sekelasku yang melakukan segala sesuatu dalam mode slow motion), dia (anak laki-laki itu maksudku) sepertinya seumuran denganku. Dengan kacamata lingkar dan logat yang tidak biasa didengar, sepertinya dia anak baru di kota ini. Iya anak laki-laki yang tadi pasti bukan anak yang hobby berkeliaran di bazar buku seperti ini. Haah...

"ini.." dia menyodorkan sekantung plastik novel-novel ku yang tadi. "maaf jika ada novelmu yang sempat basah karena jatuh digenangan air, tapi jangan khawatir aku sudah minta ganti dan untungnya masih ada"

Aku menerima uluran kantung plastik itu, kemudian memeriksanya. Tunggu..kenapa ada struk pembayarannya juga?.

"itu bentuk tanggung jawabku" seolah dirinya bisa membaca pikiranku. "Ini.. aku juga sudah meminta plester untuk lukamu, di petugas gramedia" lanjutnya.

Jadi dia membayar semua novelku ini?. Apakah ini hari keberuntunganku?. Tapi tidak mungkin aku terjatuh di hari keberuntunganku kan?. 

"Te..ter..terima kasih, tapi aku.." 

"Jangan merasa sungkan. Ini salahku. Maaf ya hingga membuatmu terluka" ucapnya lagi. Tangannya bahkan dikatupkan serambi memohon padaku.

Kenapa jadi aku yang merasa tidak nyaman?. Aneh sekali, kan korbannya aku. 

"Iy..iy..iya. Aku baik-baik saja kok. Terima kasih" hanya itu yang bisa aku ucapkan pada laki-laki yang baru kusadari memiliki dimple ini.

"Oke, kalo gitu aku duluan ya. Ehm..sorry nama kamu siapa?"

Aku tergagap kembali. "Ha..Ha..Hawa, namaku..Hawa" 

"Oke aku duluan ya..Hawa.." ucapnya.

Uuhh kupu-kupu dalam perutku beterbangan hingga jantungku. Setelah dia bersama teman-temannya meninggalkan gerbang Gramedia, barulah aku menepuk dahiku keras-keras. Mengapa aku tidak menanyakan namanya????. Kesempatan kan tidak datang dua kali!. Aku merasa mode 'slow motion' Naura sudah menulariku.

2 hari berlalu, hari ini sudah hari Senin kembali. Sungguh, aku selalu merasa Senin itu menyebalkan. Sangat menyebalkan hingga sesuatu terjadi seolah takdir. 

Anak laki-laki berkacamata bulat memasuki kelasku setelah Ibu guru telah lebih dulu masuk. Gadis-gadis dikelasku berkasak-kusuk berisik. Jelas saja!. Siapa yang tidak tergoda dengan paras tampan dan senyum berdimple itu!. Anak laki-laki yang menabrakku saat bazar buku, anak laki-laki yang menolongku setelah tidak sengaja menabrakku hingga membuat tangan ku terluka dan novel-novelku beterbangan, anak laki-laki yang tidak sempat kuketahui namanya..anak laki-laki yang saat ini berdiri didepan kelas kami sebagai anak pindahan dari sekolah lain..

"Namaku Abisena A. Heryawan" akunya.

"A nya apa?" celetuk salah satu gadis yang duduk paling depan.

"Itu nama panggilanku. Panggilanku Adam.." senyumnya. 

Tanpa sengaja aku menegakkan punggungku. Saat itulah mata kami bertemu. Mata seorang Adam dan Hawa. Aku bahagia, menyadari bahwa kupu-kupu yang sudah terdiam dalam perutku kembali beterbangan kembali. 

Sepertinya hari Senin mendatang tidak akan menyebalkan. 
Buku Harian, 6 Desember 2017. 18.41.

Komentar

Postingan Populer