POTRET
“Blue,
tahan gerakan itu. Angle-mu pas sekali..iyak..1..2..nice”
Desau shutter kamera Si Tukang Potret menggelitik telinga.
Gaun cantik putih yang kukenakan diterpa angin, bergerak memberi kesan estetik.
Si
Tukang Potret berhenti dan mengintipku secara langsung. “Kau yakin ingin
melanjutkannya, Blue?” tanyanya.
Aku memandangnya heran. “Tentu saja, ini hari terbaik yang bisa kunikmati”
ujarku.
“Oke,
baiklah. Oh ya, tolong benahi jas nya, agak berantakan” pintanya.
Aku
menyentuh jas berdasi kupu-kupu didepanku dengan senang hati. Jas ini
membuatnya tampak gagah sekali. Sangat cocok dengan gaunku. Kami sudah
memesannya sejak lama.
“Apakah
pose ini bagus?” tanyaku pada Si Tukang Potret.
Menari
diatas rerumputan layaknya ballerina. Kunikmati sulur-sulur tajam dibawah
kakiku. Aneh, aku tidak merasa sakit, padahal telapak kakiku mulai berdarah.
“Blue!”
panggilnya.
“Oh,
maaf. Aku membuatmu khawatir. Aku juga tidak tahu mengapa kakiku tiba-tiba
berdarah..” tapi sungguh aku tidak merasakan sakit.
“Sebaiknya
kita cari aman, Blue. Suasana disini bisa menghancurkanmu” ajak Si Tukang
Potret pada kami.
“Tidak.
Disini saja. Aku suka. Ayo lanjutkan” ajakku, menarik tangannya mengajak
berdansa.
“Blue..”
“Kau
ini kenapa sih, cerewet sekali!. Kami sudah membayarmu mahal untuk foto prewedding kami. Jadi, lakukan tugasmu
dengan benar,” cercaku.
Si
Tukang Potret menurut. Beberapa ornamen pendukung lainnya dia keluarkan dari
dalam koper buluk yang selalu dia banggakan. Ada 2 smoke bomb dan sebuah cermin bulat besar. Ah..meriah sekali. Kurasa
konsep ini akan menjadi sangat bagus. Aku semakin suka.
Aku
mulai berdansa kembali, menampakkan wajah paling bahagia dan sumringah yang
bisa aku lakukan untuk hasil yang maksimal. Duh, kakiku mulai berdarah kembali.
Ilalang yang panjang juga mulai menggores lenganku, membuat tetesan darah
menjatuhi gaun putih cantikku. Dia sudah ingin beranjak kembali untuk mencengkramku
dan jika bisa menarikku ke pinggir padang mengerikan ini.
Kulambaikan
tangan penanda, jangan mendekat. Kaca bulat yang disiapkan disampingku bilang,
riasan wajahku memudar, maskara di mataku sudah teloloran mengikuti alur air
mataku yang jatuh tak karuan tanpa jeda sejak awal kami berada disini. Lipstik
di bibir cantikku pun terisak layaknya anak kecil yang makan belepotan.
Si
Pemilik Jas sudah pergi meninggalkanku.
Ah…aku
salah bicara. Maksudku, akulah yang telah meninggalkannya, sejak ku tahu bahwa
bukan hanya aku yang dia inginkan selama ini. Hubungan 8 tahun ini ternyata
bercabang. Dia memilih perempuan lain yang baru saja dia kenal disuatu tempat
yang tak pernah aku tahu. Ku kira waktu akan menuntun kami ke tempat terindah
yang kuimpikan selama ini.
Pelaminan.
Ternyata
aku salah. Betapa lugunya aku. Berandai-andai semua akan indah pada waktunya.
Pesta sudah dibuat sayang, pelaminan sudah siap besok, bahkan gaun indah ini
sudah kupandangi setiap malam sebelum tidur. Tapi, kau pergi. Tanpa kata. Tanpa
suara.
Kini
yang aku punya adalah potret kenangan disini. Sendiri.
________
PS : Ini hanya tulisan ilusi yang aku buat, dan terinpirasi dari postingan seseorang di instagram. Tulisan ini pernah aku ikutkan lomba menulis cermin (cerita mini) online, tapi karena kalah jadi terbengkalai. Oleh sebab itu, aku memilih untuk menulisnya kembali di blog ini.
Komentar
Posting Komentar