Surat untuk Kalian
Hai Sahabat...
Lama kita tak saling berbicara. Ku kira mungkin kau sudah lupa atau sebenarnya kita saling mulai malas bertegur sapa?. Aku bahkan sudah lupa kapan kali terakhir kita bersua untuk sekedar menanyakan 'apa kamu baik-baik saja?'. Aku rindu tentu saja. Aku tak pernah tahu kapan, kenapa, dan berapa lama kita hanya bisa saling diam tanpa kata. Padahal jarak diantara kita hanya dipisahkan oleh 2 ruas belokan ruang yang tertata saja. Tapi mengapa aku sangat merasa kehilangan canda kita?.
Berat rasanya menghadapi segala keadaan sendirian. Mau ceritapun tak ada teman. Ya...mau bagaimana lagi, mungkin kau sudah menemukan teman lain yang lebih nyaman untuk sebuah curhatan. Jadi, aku hanya bisa menerima dalam diam dan tetap memasang tawa ringan. Sesak rasanya, jika segala sesuatu hanya bisa kusimpan. Ku kira, kita tetap akan bisa menjadi kawan walau sekarang ada sedikit perbedaan dalam pekerjaan. Ku kira, aku akan tetap bisa kau prioritaskan saat ada banyak hal yang ingin kusampaikan. Ku kira, kau bisa menjadi pendukung saat aku mendapatkan hal yang aku inginkan. Ternyata, dugaanku sedikit serampangan. Aku mulai berpikiran, bahwa selama ini kita berteman hanya untuk sebuah pelebelan.
Sebagai teman tadinya kukira kau akan mengerti, bahwa banyak hal yang harus ku lakoni. Aku yang sedang bekerja dengan aku yang sedang menjadi seorang teman jelas sangat berbeda sekali. Dalam pekerjaan aku tidak akan mencampurkan urusan pribadi atau urusan hati. Begitulah tugasku yang harus kau pahami. Saat menjadi temanmu, aku jelas akan bersikap selayak teman yang akan menuruti apapun yang kau ingini. Tapi saat aku dalam pekerjaanku bersamamu, ada yang banyak peraturan yang harus kupatuhi, demi hal yang belum kau ketahui.
Tolong..
Untuk kali ini bisakah sedikit kau coba untuk melihat dari sudut pandangku?. Aku tidak tahu harus bagaimana untuk menjelaskan semuanya pada saat itu. Kini, aku hanya bisa melihatmu bercanda gurau dengan teman-teman barumu. Tak mengapa, toh aku masih tetap menyayangimu, aku masih berusaha agar kita bisa kembali seperti dulu. Jika bisa ya bersyukur, jika tak bisa yasudah aku bersedia menunggu. Menunggu kau bisa kembali menghadapku dengan tangan terbuka dan menyunggingkan senyummu.
Komentar
Posting Komentar