Saya juga Pemeran


Lirik dalam lagu Sheila On7 yang berjudul Film Favorit itu bagus sekali. Aku mendengarnya pertama kali saat di perjalanan pulang, setelah menghadiri pernikahan salah satu teman sebayaku. Liriknya sangat mudah dipahami dan cocok untuk didengarkan dalam sebuah perjalanan. Ada bagian lirik yang seringnya sesuai dengan keadaanku (nggak ngepasin atau maksa, cuma...ya...gitu). Begini sepenggal liriknya,

Sama seperti di film favoritmu
Semua cara akan kucoba
Walau peran yang aku mainkan
Bukan pemeran utamanya..

Kehidupan itu ibarat drama. Karakter kita sebenarnya sudah ditentukan, hanya saja karakter itu bisa berubah seiring dengan perkembangan cerita. Skrip juga sudah tertulis lengkap, walau kita belum bisa tahu seperti apa endingnya. Kita bisa jadi pemeran utama dalam cerita kehidupan diri sendiri, tapi untuk kehidupan orang lain, belum tentu. Bisa jadi hanya pemeran figuran alias pemeran nggak penting. Seperti apapun gerak kita, jika sutradara tidak menempatkan kita menjadi pemeran utama, maka selamanya kita hanya akan jadi figuran. Itu sama kayak drama korea yang terakhir aku tonton. Judulnya Extraordinary You. Dari drama itu, aku sendiri bisa membayangkan bagaimana seseorang yang sangat berusaha setengah mati untuk menjadi pemeran utama tetap hanya bisa menjadi pemeran figuran di cerita orang lain.

Tak memungkiri, setiap manusia pasti ingin menjadi pemeran utama dalam setiap cerita yang ada kaitannya dengan dirinya. Kadang berusaha memaksa, agar bisa menjadi pemeran penting tersebut, agar tidak dilupakan orang-orang lainnya. Faktanya, cerita yang sudah dibuat dan ditentukan tidak akan bisa diubah begitu saja. Bagaimana alur ceritanya, siapa pemerannya, bagaimana interaksinya semua akan berada ditempatnya masing-masing sesuai dengan yang sudah dinaskahkan. Aku nggak suka. Tapi aku nggak akan bisa merubah.

Terkadang aku membenci karakter diri sendiri, karena tidak mau menerima perubahan, banyak menuntut diri sendiri, memaksa diri sendiri, memberi tawa tapi lupa luka sendiri, selalu berperang dengan diri sendiri. Hingga terkadang rasanya sangat lelah. Lelah dipikiran, walau nggak ada aktivitas apapun.

Sempat terjadi cek cok dengan teman kemarin, dengan teman yang sama fyi. Aku memutuskan untuk menyerahkan urusan dia ke temanku yang lain. Dari percakapan kami, aku membaca kalimat "seharusnya kamu bisa lebih bersikap dewasa dalam menghadapi anak itu". Dalam hati aku mengumpat 'brengsek'. Memangnya seperti apa sih kata 'dewasa' di mata orang lain?. Lagi pula mengapa aku yang dituntut untuk 'dewasa'?. Mengapa bukan mereka?. Dari monolog ini, aku sendiri sadar bahwa tidak mau mengalah adalah salah satu sifat yang nggak dewasa. Ya, aku se-ironis itu  memang (tertawa dalam hati).

Setelah chat itu berhenti, aku gantian chat dengan grup paling jujur sedunia. Grup yang berisikan 3 sahabatku. Aku hanya bertanya "aku itu emang belum dewasa kah?. Aku hanya berusaha jadi diri sendiri dengan caraku, karena saat aku berusaha merubahnya maka aku merasa sedang menjadi orang lain". 3 jawaban aku dapatkan. Tapi konklusi dari semua jawaban aku dapatkan, terasa keren banget dari seorang sahabat :

"Mungkin tepatnya bukan berasa jadi orang lain, tapi kamu versi upgrade. Gak selamanya comfort zone itu berdampak positif. Juga jangan selalu berkutat pada: "Aku emang seperti ini kok..". Manusia memang harus dinamis, lebih2 progres + Kepompong jadi kupu2 bukan berarti jadi orang lain kan??"

That's it. Dan itu membuatku sadar. Selama ini aku hanya berpikir menjadi diri sendiri untuk kenyamanan diri sendiri. Sedangkan sahabat-sahabatku sudah mampu selangkah lebih jauh dariku untuk memikirkan kehidupan sosial yang realistis. Jadi, sekarang jika ada yang berubah dariku walau terasa nggak nyaman bukan berarti aku berusaha menjadi orang lain. Aku tetap menjadi diriku sendiri versi upgrade aja. Itu peranku saat ini. 

Komentar

Postingan Populer